Sabtu, 23 April 2011

NAMA :RIKO OKTARI
NIM :12096625
KELAS :12.4J.07





Analisis Manajemen Lingkungan
1. Latar Belakang

Dalam tiga dasawarsa terakhir telah terjadi perubahan cara pandang dunia dalam melihat masalah lingkungan. Pada tahun enam puluhan masalah lingkungan hanya dipandang sebagai masalah lokal, pencemaran udara diperkotaan, masalah limbah industri, dan sebagainya. Pada tahun tujuh puluhan masalah lingkungan dipandang sebagai masalah global seperti hujan asam, kerusakan lapisan ozon, pemanasan global dan perubahan iklim. Pada tahun delapan puluhan timbul kesadaran bahwa masalah lingkungan global dapat mengancam kelangsungan pembangunan ekonomi. Hal ini telah mendorong lahirnya Konsep Pembangunan Berkelanjutan, yang kemudian diterima oleh hampir seluruh dunia. Menjelang berakhirnya abad dua puluh ini terjadi perubahan yang nyata dalam tatanan ekonomi dunia yaitu proses globalisasi disemua aspek kehidupan ekonomi yang membentuk dunia baru dengan batas-batas antar negara yang makin kabur, dengan aturan main yang berbeda dengan tatanan sebelumnya. Agar berhasil dalam persaingan global perlu dipahami aturan main yang berlaku di dalamnya. Salah satu ketentuan yang harus dipenuhi adalah bahwa dalam proses produksi suatu produk dan jasa tidak boleh merusak lingkungan (Hadiwiardjo, 1977).
Sementara itu di Indonesia ada satu fenomena yang menonjol pada era reformasi ini Salah satu issue utama yang mendapat perhatian besar adalah pencemaran lingkungan hidup oleh perusahaan-perusahaan industri. Masalah pencemaran lingkungan sebenarnya sudah lama menjadi sorotan masyarakat diberitakan meluas oleh berbagai media massa, tetapi kurang mendapat tanggapan positif dari aparat berwenang. Pada era reformasi ini masalah pencemaran lingkungan tetap mendapat sorotan tajam dari masyarakat dan tuntutan dari masyarakat akan hak-haknya untuk mendapatkan kualitas lingkungan hidup yang sehat semakin keras dikumandangkan.
Sekarang ini pihak pengusaha industri mendapat tekanan kuat dari dua arah secara simultan yaitu dari luar dan dalam negeri. Dalam situasi demikian, perusahaan industri jika ingin survive tidak punya pilihan lain, selain meninjau dan mengkaji ulang visi, orientasi dan kebijakan perusahaan terhadap lingkungan hidup. Mereka dituntut untuk merubah Sistem Manajemen Lingkungan agar sesuai dengan konsep Pembangunan Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

1.2 Pergeseran Paradigma Pengelolaan Lingkungan Hidup
Perlindungan lingkungan hidup adalah suatu masalah yang harus dipertimbangkan dari aspek global. Masyarakat dunia telah bereaksi untuk turut serta memberikan kepedulian terhadap lingkungan melalui deklarasi yang dibuat oleh konferensi PBB di Stockholm pada bulan Juni 1972. deklarasi tersebut tentang perlindungan lingkungan dalam pencegahan pencemaran dan ajakan dalam usaha koordinasi ke seluruh dunia lewat partisipasi global tidak hanya negara-negara maju tetapi juga negara-negara berkembang.

Kerusakan lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini diakibatkan oleh kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan tidak mengindahkan kelestarian alam sekitarnya (Pramudya Sunu, 2001).
• Dari pengolahan limbah ujung pipa (end of pipe) ke pengelolaan limbah di setiap titik proses sejak awal.
• Dari peraturan perundangan (command & control) ke instrumen pasar (market based instrument).
• Dari yang bersifat wajib ke sukarela.
• Dari cara penanganan yang bersifat parsial ke cara penanganan yang bersifat sistemik.
• Dari cara pengelolaan yang bersifat sendiri-sendiri ke cara pengelolaan yang bersifat jaring kerjasama (net works).
• Dari yang bersifat instrumental ke yang bersifat fundamental (values, ethics).


2. Sistem Manajemen Lingkungan

Sistem Manajemen Lingkungan merupakan bagian integral dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang terdiri dari satu set pengaturan-pengaturan secara sistematis yang meliputi struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses, serta sumberdaya dalam upaya mewujudkan kebijakan lingkungan yang telah digariskan oleh perusahaan. Sistem manajemen lingkungan memberikan mekanisme untuk mencapai dan menunjukkan performasi lingkungan yang baik, melalui upaya pengendalian dampak lingkungan dari kegiatan, produk dan jasa. Sistem tersebut juga dapat digunakan untuk mengantisipasi perkembangan tuntutan dan peningkatan performasi lingkungan dari konsumen, serta untuk memenuhi persyaratan peraturan lingkungan hidup dari Pemerintah.
Agar dapat dilaksanakan secara efektif, sistem manajemen lingkungan harus mencakup beberapa unsur utama sebagai berikut :
a.Kebijakan Lingkungan : pernyataan tentang maksud kegiatan manajemen lingkungan dan prinsip-prinsip yang digunakan untuk mencapainya.
b.Perencanaan : mencakup identifikasi aspek lingkungan dan persyaratan peraturan lingkungan hidup yang bersesuaian, penentuan tujuan pencapaian dan program pengelolaan lingkungan.
c.Implementasi : mencakup struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawab, training, komunikasi, dokumentasi, kontrol dan tanggap darurat.
d.Pemeriksaan reguler dan Tindakan perbaikan : mencakup pemantauan, pengukuran dan audit.
e.Kajian manajemen : kajian tentang kesesuaian daan efektivitas sistem untuk mencapai tujuan dan perubahan yang terjadi diluar organisasi (Bratasida, 1996).

2.2. Sistem Manajemen Lingkungan Menurut Standar ISO Seri 14000


Dalam satu dasawarsa terakhir ini kebutuhan akan suatu sistem standardisasi semakin dirasakan urgensinya. Hal ini mendorong organisasi Internasional di bidang standardisasi yaitu ISO (International Organization for Standardization) mendirikan SAGE (Strategic Advisory Group on Environment) yang bertugas meneliti kemungkinan untuk mengembangkan sistem standar di bidang lingkungan. SAGE memberikan rekomendasi kepada ISO untuk membentuk panitia teknik (TC) yang akan mengembangkan standar yang berhubungan dengan manajemen lingkungan. Pada tahun 1993, ISO membentuk panitia teknik TC 207 untuk merumuskan sistem standardisasi dalam bidang lingkungan. Hasil kerja panitia TC 207 kemudian dikenal sebagai standar ISO seri 14000 (Lee Kuhre, 1996).
Dalam menjalankan tugasnya ISO/TC 207 dibagi dalam enam sub komite (SC) dan satu kelompok kerja (WG) yaitu :
• Sub-komite 1, SC-1 : Sistem Manajemen Lingkungan (SML)
• Sub-komite 2, SC-2 : Audit Lingkungan (AL)
• Sub-komite 3, SC-3 : Pelabelan Lingkungan (Ekolabel)
• Sub-komite 4, SC-4 : Evaluasi Kinerja Lingkungan
• Sub-komite 5, SC-5 : Analisis Daur Hidup
• Sub-komite 6, SC-6 : Istilah dan Definisi
• Kelompok Kerja 1, WG-1 : Aspek lingkungan dalam Standar Produk.

Pada akhir tahun 1996 panitia teknik TC 207 telah menerbitkan lima standar yaitu :

1. ISO 14001 (Sitem Manajemen Lingkungan-Spesifikasi dengan Panduan untuk Penggunaan).
2. ISO 14004 ( Sistem Manajemen Lingkungan – Pedoman umum atas Prinsip-prinsip, sistem dan teknik pendukungnya).
3. ISO 14010 (Pedoman Umum Audit Lingkungan-Prinsip-prinsip Umum Audit Lingkungan).
4. ISO 14011 (Pedoman Untuk Audit Lingkungan-Prosedur Audit Lingkungan-Audit Sistem Manajemen Lingkungan).
5. ISO 14012 (Pedoman untuk Audit Lingkungan – Kriteria Persyaratan untuk menjadi Auditor Lingkungan).


Sejak tahun 1997 telah diterbitkan dan akan diterbitkan beberapa standar yaitu :

• ISO 14020 ( Pelabelan Lingkungan dan Deklarasi – Tujuan tujuan dan semua Prinsip - prinsip Pelebelan Lingkungan).
• ISO 14021 (Pelabelan Lingkungan daan Deklarasi – Pernyataan diri
Klaim Lingkungan-Istilah dan Definisi).
• ISO 14022 (Pelabelan Lingkungan daan deklarasi-Simbol-simbol).
• ISO 14023 (Pelabelan Lingkungan dan Deklarasi-Metodologi Pengujian dan Verifikasi).
• ISO 14024 (Pelabelan Lingkungan – Program bagai Pelaksana - Prinsip pemandu, Prosedur praktek dan sertifikasi dan program kriteria ganda).
• ISO 14025 (Pelabelan Lingkungan dan Deklarasi-Pelebelan lingkungan
• ISO 14031 (Evaluasi Kinerja Lingkungan).
• ISO 14040 (Asesmen Daur Hidup-Prinsip dan Kerangka).
• ISO 14041 (Asesmen Daur Hidup-sasaran daan Definisi-IstilahLingkup dan Analisis Inventarisasi).
• ISO 14042 (Asesmen Daur Hidup-Asesmen dampak)
• ISO 14043 (Asesmen Daur Hidup-Asesmen penyempurnaan).
• ISO 14050 (Istilah daan Definisi).
• ISO 14060 (ISO-IEC Guide 64) Panduan untuk aspek lingkungandalam standar produk.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat. Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang "Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup".
Dokumen AMDAL terdiri dari :
Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
AMDAL digunakan untuk:
Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.

4. Logam Berat Beracun di Perairan


Pembangunan yang pesat dibidang ekonomi disatu sisi akan meningkatkan kualitas hidup manusia, yaitu dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, tetapi di sisi lain akan berakibat pada penurunan kesehatan akibat adanya pencemaran yang berasal dari limbah industri dan rumahtangga. Hal ini karena kurangnya atau tidak memadainya fasilitas atau peralatan untuk menangani dan mengelola limbah tersebut.
Salah satu pencemaran pada badan air adalah masuknya logam berat. Peningkatan kadar logam berat di dalam perairan akan diikuti oleh peningkatan kadar zat tersebut dalam organisme air seperti kerang, rumput laut dan biota laut lainnya. Pemanfatan organisme ini sebagai bahan makanan akan membahayakan kesehatan manusia.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka berkembang pulalah industri-industri. Akibatnya lingkungan menjadi salah satu sasaran pencemaran, terutama sekali lingkungan perairan yang sudah pasti terganggu oleh adanya limbah industri, baik industri pertanian maupun industri pertambangan. Kebanyakan dari limbah itu biasanya dibuang begitu saja tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Berbagai metode seperti penukar ion, penyerapan dengan karbon aktif (Rama, 1990) dan pengendapan secara elektrolisis telah dilakukan untuk menyerap bahan pencemar beracun dari limbah, tetapi cara ini membutuhkan biaya yang sangat tinggi dalam pengoperasiannya. Penggunaan bahan biomaterial sebagai penyerap ion logam berat merupakan alternatif yang memberikan harapan. Sejumlah biomaterial seperti lumut (Low et al., 1977), daun teh (Tan dan Majid, 1989), sekam padi (Munaf , 1997), dan sabut kelapa sawit (Munaf, 1999), begitu juga dari bahan non biomaterial seperti perlit, tanah gambut, lumpur aktif dan lain-lain telah digunakan sebagai bahan penyerap logam-logam berat dalam air limbah.

Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1977). Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transpormasi melalui dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan, 1977).
Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co) (Sutamihardja dkk, 1982). Menurut Darmono (1995) daftar urutan toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut Hg2+ > Cd2+ >Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ Sn2+ > Zn2+. Sedangkan menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3 kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, sedangkan bersifat tosik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe.
Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat ( PPLH-IPB, 1997; Sutamihardja dkk, 1982) yaitu :
1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)
2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut
3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu
Kadmium dalam air berasal dari pembuangan industri dan limbah pertambangan. Logam ini sering digunakan sebagai pigmen pada keramik, dalam penyepuhan listrik, pada pembuatan alloy, dan baterai alkali. Keracunan kadmium dapat bersifat akut dan kronis. Efek keracunan yang dapat ditimbulkannya berupa penyakit paru-paru, hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistem ginjal dan kelenjer pencernaan serta mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Clarkson, 1988; dan Saeni, 1997)
Tembaga merupakan logam yang ditemukan dialam dalam bentuk senyawa dengan sulfida (CuS). Tembaga sering digunakan pada pabrik-pabrik yang memproduksi peralatan listrik, gelas , dan alloy. Tembaga masuk keperairan merupakan faktor alamiah seperti terjadinya pengikisan dari batuan mineral sehingga terdapat debu, partikel-partikel tembaga yang terdapat dalam lapisan udara akan terbawa oleh hujan. Tembaga juga berasal dari buangan bahan yang mengandung tembaga seperti dari industri galangan kapal, industri pengolahan kayu, dan limbah domestik.
Pada konsentrasi 2,3 – 2,5 mg/l dapat mematikan ikan dan akan menimbulkan efek keracunan, yaitu kerusakan pada selaput lendir (Saeni, 1997). Tembaga dalam tubuh berfungsi sebagai sintesa hemoglobin dan tidak mudah dieksresikan dalam urine karena sebagian terikat dengan protein, sebagian dieksresikan melalui empedu ke dalam usus dan dibuang kefeses, sebagian lagi menumpuk dalam hati dan ginjal, sehingga menyebabkan penyakit anemia dan tuberkulosis.
Logam timbal (Pb) berasal dari buangan industri metalurgi, yang bersifat racun dalam bentuk Pb-arsenat. Dapat juga berasal dari proses korosi lead bearing alloys. Kadang-kadang terdapat dalam bentuk kompleks dengan zat organik seperti hexaetil timbal, dan tetra alkil lead (TAL) (Iqbal dan Qadir, 1990)
Pada hewan dan manusia timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dikomsumsi serta melalui pernapasan dan penetrasi pada kulit. Di dalam tubuh manusia, timbal dapat menghambat aktifitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin yang dapat menyebabkan penyakit anemia. Gejala yang diakibatkan dari keracunan logam timbal adalah kurangnya nafsu makan, kejang, kolik khusus, muntah dan pusing-pusing. Timbal dapat juga menyerang susunan saraf dan mengganggu sistem reproduksi, kelainan ginjal, dan kelainan jiwa (Iqbal dkk 1990; Pallar, 1994)
Proses perjalanan logam berat dari sumber pencemar hingga sampai ke tubuh manusia: digambarkan dalam gambar 1 (Suwirma, 1988).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar